Dalam budidaya perikanan, kewaspadaan
terhadap penyakit perlu sekali mendapat perhatian utama. Ikan yang terserang
dapat mengakibatkan penurunan produksi budidaya, bahkan dapat menimbulkan
kematian ikan. Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh agen infeksi seperti
parasit, bakteri, dan virus, agen non infeksi seperti kualitas pakan yang
jelek, maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan ikan.
Timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara
ikan, kondisi lingkungan, dan organisme atau agen penyebab penyakit (Afrianto, E & Liviawaty, E.,
1992). Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan,
sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah, akhirnya
agen penyakit mudah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit.
Serangan
parasit (ektoparasit) pada pemeliharaan atau bidudaya ikan perlu diwaspadai.
Benih parasit (ektoparasit) dapat masuk ke dalam perairan kolam karena terbawa
air, tumbuhan dan dapat pula karena bersama-sama benda-benda atau binatang yang
masuk ke dalam kolam (Moller and Anders, 1989). Demikian juga dapat terbawa
binatang renik yang biasa terdapat pada kolam sebagai makanan alami ikan
(Bhagawati et aZ.1991). Chandler (1950) menyatakan bahwa, ada tidaknya
parasit pada suatu tempat
bergantung dari ada tidaknya inang yang sesuai dan lingkungan yang memungkinkan
untuk pindah dari inang yang satu ke inang yang lain.
Ektoparasit
ikan juga membutuhkan kondisi lingkungan yang men-dukuzasi tersebut dan mempertinggi
angka prevalensi selain intensitasnya (Anderson dan Kenedy dalam Black dan
Pickering (1998) ). Ektoparasit harus menyesuaikan hidupnya dengan kebiasaan
hidup sehari-hari dari inang dan perubahan-perubahan lingkungan luar serta
harus toleran terhadap reaksi fisik dari inang (Brotowidjoyo, 1987). Untuk itu
dibutuhkan transformasi morfologi, penyesuaian kebiasaan, dan strategi
reproduksi yang efektif. Menjalani siklus hidup pada inang yang sangat motil (
pada ikan) dalam lingkungan air yang luas adalah hal yang sulit (Black dan
Pickering, 1998). Karena itu umumnya ektoparasit memiliki siklus hidup yang
langsung atau tidak membutuhkan adanya inang perantara (Moller dan Anders,
1989). Reproduksi dapat dilakukan secara seksual atau aseksual, dengan pembelahan,
penguncupan, spora atau telur. Strategi reproduksi yang biasa dilakukan adalah
tingginya angka fekunditas parasit tersebut, sehingga kemungkinan anakannya
untuk ber-temu inang yang tepat dan untuk hidup (Widyastuti, 2002).
Serangan parasit pada
budidaya ikan tidak saja tergantung dari jenis dan jumlah parasit yang
menyerangnya (kelimpahan dan keragaman),tetapijuga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan pada saat itu dan daya tubuh ikan (Afrianto dan Liviawaty. 1992).
Salah satu
penyakit penting yang disebabkan oleh ektoparasit pada ikan adalah Trichodiniasis.
Trichodiniasis merupakan penyakit gatal pada ikan yang disebabkan oleh protozoa
Trichodina sp., yang pada umumnya menginfeksi bagian luar seperti kulit,
sirip dan ingsang ikan, namun sering pula dijumpai menginfeksi organ dalam
seperti saluran kemih dan masuk ke dalam rektum dan kloaka ikan. Sekitar 112
jenis Trichodina sp. telah teridentifikasi dari ikan, namun pada umumnya
mengakibatkan masalah yang hampir sama.
Etiologi
Trichodiniasis
merupakan penyakit gatal pada ikan yang disebabkan oleh protozoa Trichodina
sp., yang pada umumnya menginfeksi bagian luar seperti kulit, sirip dan
ingsang ikan, namun sering pula dijumpai menginfeksi organ dalam seperti
saluran kemih dan masuk ke dalam rektum dan kloaka ikan. Sekitar 112 jenis Trichodina
sp. telah teridentifikasi dari ikan, namun pada umumnya mengakibatkan
masalah yang hampir sama.
Klasifikasi
Klasifikasi
Trichodina sp. termasuk dalam jenis parasit Ciliata, yaitu
parasit yang bergerak dengan menggunakan bulu-bulu getar (cilia) dan memiliki
susunan taksonomi sebagai berikut :
Filum : Protozoa
Sub filum : Ciliophora
Kelas
: Ciliata
Ordo : Peritrichida
Sub
ordo : Mobilina
Famili
: Trichodinidae
Genus
: Trichodina
Spesies
: Trichodina sp.
Berdasarkan
hasil pengamatan lendir dari tubuh ikan lele dengan mikroskop, dapat
diidentifikasi parasit Trichodina sp., yang juga dikenal dengan Trichodiniella
sp., dapat menyebabkan penyakit
Trichodiniasis, yang bisa menyerang kulit ikan maupun insang pada ikan
(Anonimus, 2010).
Morfologi
Trichodina sp., merupakan protozoa berbentuk cakram bulat
seperti mangkok dengan gigi-gigi yang terdapat di bagian tengah. Sisi-sisi
tubuh Trichodina sp.,
berbentuk cembung. Bagian ini berfungsi sebagai tempat menempel cilia yang
berfungsi sebagai pergerakan pada permukaan tubuh inang. Parasit ini memiliki
dua bagian yaitu anterior dan posterior yang berbentuk cekung dan berfungsi
sebagai alat penempel pada inang. Parasit ini juga memiliki dua inti, yaitu
inti besar dan inti kecil, inti kecil yang dimiliki berbentuk bundar menyerupai
vakuola dan inti besar berbentuk tepal kuda.
Siklus
hidup
Siklus
hidup trichodina sangat sederhana, dia hanya memiliki 1 host definitif dan
tidak memiliki host intermediet. Transmisi Trichodina terjadi melalui kontak
langsung dari host yg terinfeksi kepada host yang tidak terinfeksi. Trichodina
berkembngbiak dengan cara membelah diri atau binner. Pada saat melakukan
pembelahan, dentikel dari sel induk yg menghasilkan sel anak (Anonimus, 2009a).
Host
Spesies
Protozoa
dari familia ini ditemukan sebagai parasit pada spesies ikan air tawar dan air
laut diseluruh dunia. Ikan pelangi dan trout, ikan salmon, coho lebih mudah
terkena dibandingkan spesies salmonid lainnya. Ikan muda (berumur setahun atau
lebih muda) paling rentan terkenanya. Parasit ini juga mengenai ampibi seperti
berudu.
Patogenesis
Trichodina
sp. menginfeksi dengan cara menempel di lapisan epitel
ikan dengan bantuan ujung membran yang tajam. Setelah menempel, parasit segera
berputar-putar sehingga merusak sel-sel di sekitar tempat penempelannya, memakan
sel-sel epitel yang hancur dan mengakibatkan iritasi yang serius. Pada
lingkungan dengan populasi parasit yang cukup tinggi, umumnya apabila kadar
bahan organik cukup tinggi, kondisi ini menjadi lebih berbahaya (Anonimus,
2008).
Gejala klinis
Ikan
yang terserang parasit Trichodina sp.,
akan menjadi lemah dengan warna tubuh yang kusam dan pucat (tidak cerah), produksi
lendir yang berlebihan dan nafsu makan ikan turun sehingga ikan menjadi kurus, gerakan
lamban, sering menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding kolam, iritasi, tubuh
ikan tampak mengkilat karena produksi lendir yang bertambah dan pada benih ikan
sering mengakibatkan sirip rusak atau rontok (Anoniumus, 2009b).
Beberapa
penelitian membuktikan bahwa ektoparasit Trichodina sp., mempunyai peranan yang
sangat penting terhadap penurunan daya tahan tubuh ikan dengan rendahnya sistem
kekebalan tubuh maka akan terjadinya infeksi sekunder. Kematian umumnya terjadi
karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan dan akhirnya kelelahan atau
bisa juga terjadi akibat terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding
lamela insang dipenuhi oleh lendir (Moeler, 2010).
Diagnosa :a. Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang timbul
b. Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi parasit melalui pembuatan preparat ulas dari organ kulit/mukus, sirip dan/atau insang.
Penularan
Penularan
penyakit ini bisa melalui air atau kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi
dan penularannya akan didukung oleh rendahnya kualitas air pada wadah tempat
ikan dipelihara. Organisme ini berkembangbiak dengan pembelaran binner dimana
organisme yang dihasilkan akan kemabali ke inang semula atau mencari inang baru
didalam air (Anonimus, 2011).
Terapi
Untuk
mengobati ikan yang terserang Trichodiniasis dapat dilakukan dengan merendam
ikan dalam larutan formalin 40 ppm selama 24 jam atau 150 -200 ppm selama 15
menit. Biasanya juga menggunakan Malacite green 0,1 gr/m3 selama 24
jam. Secara umum, teknik yang efektif untuk memberantas White Spot juga sangat
efektif untuk memberantas Tricodiniasis (Anonimus, 2006).
Pencegahan :
a. Mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air >= 29 derajat celcius
b. Mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekwensi pergantian air
c. Ikan yang terserang trichodiniasis dengan tingkat prevalensi dan intensitas yang rendah.
a. Mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air >= 29 derajat celcius
b. Mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekwensi pergantian air
c. Ikan yang terserang trichodiniasis dengan tingkat prevalensi dan intensitas yang rendah.